Tahukah Anda, direktur badan usaha milik negara kita ada yang bergaji Rp614 juta per bulan atau Rp7,3 miliar setahun? Itu pun belum termasuk tantiem Rp1,8 miliar per orang. Kedua sumber itu merupakan pendapatan resmi yang disetujui dalam rapat umum pemegang saham.
Lupakan sementara gaji gubernur Bank Indonesia yang sempat mencengangkan publik maupun DPR dengan Rp200 juta per bulan. Sebab, perusahaan milik pemerintah ternyata tak kalah hebat dalam memberi penghargaan kepada para manajemen puncaknya. Pun ketika perusahaan-perusahaan itu berkali-kali bermasalah dan membebani keuangan negara.
Data yang dihimpun oleh Divisi Riset & Pengembangan Bisnis Indonesia menunjukkan, bank BUMN dengan aset terbesar, PT Bank Mandiri Tbk, pada 2005 menyediakan anggaran Rp51,26 miliar untuk gaji serta tunjangan tujuh direkturnya dan Rp13,8 miliar untuk tujuh komisaris. Selain itu, juga disediakan tantiem senilai Rp26 miliar.
Bila dipukul rata saja asumsi semua direktur memperoleh pendapatan sama, termasuk direktur utama maka tiap direktur mendapatkan Rp614 juta sebulan plus tantiem Rp1,8 miliar per tahun. Sementara komisaris memperoleh gaji Rp1,97 miliar per tahun plus tantiem Rp1,8 miliar.
Data ini di dapat dari laporan keuangan tahunan audited lengkap yang dikirim ke Bursa Efek Jakarta. Oleh karena itu, hanya BUMN yang telah menjadi perusahaan publik saja yang bisa ditelusuri secara faktual berapa pendapatan manajemen.
Beberapa perusahaan malah juga merinci berapa ke-pemilikan saham direksi/komisaris. Namun, karena hal itu memang tidak diatur secara jelas dalam ketentuan pasar modal, maka tidak semua perusahaan menyertakannya.
Di Amerika Serikat, manajemen wajib mengumumkan kepemilikan saham pada perusahaan yang tengah mereka kelola sebagai bentuk akun-tabilitas publik. Bahkan, pendapatan tiap direktur atau komisaris juga dicantumkan secara jelas sehingga jaringan berita seperti Bloomberg bisa setiap saat bisa menayangkan data siapa saja CEO berpendapatan paling besar di AS.
Pendapatan yang bisa di-bawa pulang direksi Bank Mandiri memang yang terbesar. Namun, bukan berarti direktur/komisaris BUMN lain bergaji kecil. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, misalnya, memberikan gaji dan tunjangan Rp12,75 miliar dan Rp77,62 miliar pada 2005.
Angka itu jauh lebih besar dari tahun sebelumnya masing-masing Rp10,39 miliar dan Rp45,47 miliar.
Saat ini BRI dikelola tujuh direktur dan tujuh komisaris. Dengan demikian, setiap orang rata-rata memperoleh Rp6,45 miliar per tahun atau Rp537,79 juta per bulan. Tentu saja nilai sebenarnya akan berbeda karena gaji dirut pasti lebih besar dari direktur.
Namun, Direktur BRI Ahmad Askandar mengaku tidak menerima sebesar itu. “Seingat saya total yang saya terima [gaji dan tantiem] Rp2,5 miliar. Kalau pajak diperhitungkan paling besar Rp3,5 miliar.”
Menurut Askandar dalam satu tahun gaji hanya berkisar Rp1 miliar sementara tantiem berkisar Rp1,5 miliar. “Besarnya tantiem tergantung posisi, perbandingannya dirut 100, wadirut 95, dan komisaris 50.”
Manajemen PT Bank Negara Indonesia Tbk, bank dengan aset terbesar ketiga, ternyata berpendapatan paling kecil di antara Mandiri dan BRI. Pada 2005, gaji dan tantiem direksi/komisaris ditetapkan Rp14,23 miliar dan 15,68 miliar.
Pada 2004, tidak tersedia anggaran tantiem karena BNI baru saja kebobolan Rp1,2 triliun akibat letter of credit bodong. Sementara gaji pada disediakan Rp13,49 miliar.
Saat ini BNI dikelola oleh 10 direktur dan tujuh komisaris. Dengan perhitungan yang sama dengan BRI, maka pendapatan masing-masing pengelola bank itu adalah Rp1,75 miliar atau Rp146,6 juta per bulan.
Malah, menurut pengakuan Direktur BNI Bien Subiantoro, gaji bulanan yang ia terima Rp81 juta. Namun, jumlah itu di luar tantiem. “Kalau BUMN lain saya tidak tahu ya. Tetapi yang kami terima segitu.”
Bagaimana dengan BUMN lain? PT Perusahaan Gas Negara Tbk pada 2005, menganggarkan Rp8,59 miliar untuk gaji direksi.Untuk komisaris, gaji yang diberikan Rp3,97 miliar. Pemberian tantiem tidak jelas karena digabungkan dengan dana pengembangan usaha sebesar Rp180 miliar.
Bila tidak memperhitungkan tantiem, seorang direktur PGN membawa pulang Rp1,23 miliar per tahun atau Rp102,34 juta per bulan. Sementara komisaris Rp567,28 juta per tahun atau Rp47,27 juta per bulan. BUMN itu dikelola oleh tujuh direktur dan tujuh komisaris.
PT Aneka Tambang Tbk memberikan gaji Rp12,95 miliar pada 2005. Itu artinya 10 orang anggota dewan direksi dan komisaris mengantongi masing-masing Rp1,29 miliar per tahun atau Rp110 juta per bulan. Tidak tersedia data mengenai tantiem yang diberikan.
Besaran tantiem juga tidak dijelaskan dalam laporan keuangan PT Bukit Asam Tbk. Namun, perusahaan ini menggaji direksi dan komisarisnya Rp5,9 miliar pada 2005. Itu berarti masing-masing orang mengantongi Rp536,36 juta per tahun atau Rp44,69 juta per bulan.
Bila dibandingkan dengan perusahaan swasta, gaji direksi BUMN masih cukup kompetitif. PT Bank Niaga Tbk misalnya, memberikan gaji dan tantiem bagi 14 anggota dewan direksi dan komisaris masing-masing Rp23,47 miliar dan Rp21,8 miliar pada 2005.
Dengan jumlah itu maka setiap orangnya memperoleh Rp3,2 miliar per tahun atau Rp265,04 juta per bulannya.
Sedangkan gaji terbesar direksi BUMN untuk sementara jatuh pada Bank Mandiri. Pendapatan pengelola bank yang lebih dari seperempat kreditnya bermasalah ini hanya bisa disaingi oleh gaji koleganya di PT HM Sampoerna Tbk.
Perusahaan rokok ini menghargai para eksekutifnya Rp166 miliar pada 2005. Besarnya tantiem sama sekali tidak disebutkan. Namun dengan gaji saja, 16 anggota dewan direksi dan komisaris membawa pulang Rp10,37 miliar per tahun atau Rp864,5 juta per bulan!
Jika dibandingkan, pendapatan tahunan yang dibawa pulang seorang direktur kedua perusahaan itu pada 2005 hanya berselisih tipis yakni Rp10,1 miliar (Bank Mandiri) dan Rp10,37 miliar (Sampoerna).
Namun, gaji manajemen Sampoerna itu terhitung turun dibandingkan 2004 yang mencapai Rp202 miliar atau Rp12,62 miliar per direksi dalam satu tahun tanpa tantiem. Sebaliknya, Bank Mandiri mengalami kenaikan dibandingkan dengan pendapatan direksi 2004.
Saham direksi
Selain gaji yang besar, direksi BUMN maupun perusahaan terbuka lainnya masih memiliki opsi saham yang disediakan perseroan. Kendati tidak semua mau mencantumkan, beberapa BUMN masih sempat merilis berapa saham yang dimiliki para direktur.
Empat direktur Bukit Asam misalnya kini memiliki 576.000 lembar saham. Ismeth Harmaini (dirut) memegang 200.000 lembar. Tiga direktur AC Purba 150.00 lembar, Mahbub Iskandar 138.000 dan Abdul Aziz Nazori memegang 88.000 lembar. Bila merujuk harga saat ini Rp2.900, maka saham Ismeth bernilai Rp580 juta.
Direksi PGN lebih besar lagi. WMP Simandjutak, Direktur Utama, kini memiliki 1,45 miliar lembar saham. Belum lagi dua direktur lain yakni Djoko Pramono dan Sutikno masing-masing dengan 251 juta dan 544 juta lembar saham. Saham PGN kini diperdagangkan pada level Rp12.100.
Pertanyaannya sekarang, apa sebenarnya ukuran penentuan gaji direksi perusahaan milik pemerintah? Menurut salah satu direktur BUMN saat ini tidak ada ukuran yang jelas. Jadi, menurut dia, tidak ada standard berapa seorang direktur layak memperoleh gaji dan tantiem.
Akibatnya, penghargaan yang diperoleh kadang tidak mencerminkan kinerja BUMN yang dikelola. Ada BUMN dengan kinerja buruk tapi manajemennya bergaji besar, ada pula yang sebaliknya.
Namun, Askandar mengatakan tantiem manajemen BUMN masih jauh lebih rendah bila dibandingkan perusahaan swasta. “Kami [BRI] itu paling besar 0,75% dari laba, jauh dari Astra yang bisa 7,5%.”
sumber:
http://aicobain.wordpress.com/2009/08/05/inilah-gaji-para-direksi-bumn-di-indonesia/