Setelah kejadian seorang warga menjadi santapan buaya, warga Kecamatan Sandaran, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim, menjadi takut untuk beraktivitas di Sungai Sandaran. Menurut Camat Sandaran, H Murdiansyah, kawasan sekitar sungai Sandaran adalah tempat berkembang biak habitat buaya cuma dirinya tidak mengerti jenis apa buayanya.
"Bila kita menggunakan speed boat, maka selama 1,5 jam akan terlihat pesisir pantai yang banyak buayanya di kiri dan kanan," katanya,
Warga setempat sendiri juga sudah memahami situasi sekitar sungai tersebut. Sebagai contoh para pengendara perahu akan memberi jalan kepada buaya saat buaya tersebut melintas. "Karena itu ketika ada buaya melintas, pengendara lebih memilih menghindar," katanya. Buaya-buaya tersebut banyak terdapat disekitar kawasan Takat, Lembah Hijau, dan Wono.
Banyaknya buaya-buaya yang berada di sekitar kawasan tersebut mengundang mitos-mitos dari warga. Beberapa mitos yang banyak beredar adalah larangan mencuci kelambu dan alat masak di sungai, memakan daging buaya, serta larangan tidur mengorok di perahu. Semua larangan itu adalah untuk mencegah munculnya buaya pemangsa warga.
Menurut Pak Camat, dirinya sudah mengalami empat kali peristiwa buaya memangsa warganya selama tiga tahun masa baktinya sebagai camat. "Empat warga meninggal dunia. Namun kalau yang cedera dan luput dimangsa, mencapai puluhan orang," katanya.
Walaupun warga sering menjadi santapan buaya, warga tidak punya pilihan lain dan masih meneruskan aktivitas di sungai tersebut karena sungai tersebut adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga setempat.
"Bila kita menggunakan speed boat, maka selama 1,5 jam akan terlihat pesisir pantai yang banyak buayanya di kiri dan kanan," katanya,
Warga setempat sendiri juga sudah memahami situasi sekitar sungai tersebut. Sebagai contoh para pengendara perahu akan memberi jalan kepada buaya saat buaya tersebut melintas. "Karena itu ketika ada buaya melintas, pengendara lebih memilih menghindar," katanya. Buaya-buaya tersebut banyak terdapat disekitar kawasan Takat, Lembah Hijau, dan Wono.
Banyaknya buaya-buaya yang berada di sekitar kawasan tersebut mengundang mitos-mitos dari warga. Beberapa mitos yang banyak beredar adalah larangan mencuci kelambu dan alat masak di sungai, memakan daging buaya, serta larangan tidur mengorok di perahu. Semua larangan itu adalah untuk mencegah munculnya buaya pemangsa warga.
Menurut Pak Camat, dirinya sudah mengalami empat kali peristiwa buaya memangsa warganya selama tiga tahun masa baktinya sebagai camat. "Empat warga meninggal dunia. Namun kalau yang cedera dan luput dimangsa, mencapai puluhan orang," katanya.
Walaupun warga sering menjadi santapan buaya, warga tidak punya pilihan lain dan masih meneruskan aktivitas di sungai tersebut karena sungai tersebut adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar