Sabtu, 13 November 2010

Keterlaluan, Tengkulak Hargai Sapi Korban Merapi Hanya Rp350 Ribu

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah nasib sebagian pengungsi korban letusan Gunung Merapi di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Saat ini, para pedagang dan tengkulak sapi menghantui para pengungsi yang masih meninggalkan sapinya di rumah. “Tengkulak sapi itu seenaknya saja menawar sapi milik warga yang berada di pengungsian. Mereka membujuk warga yang memiliki ternak karena tahu warga sudah mulai kekurangan uang,” kata Suroso, kepala Desa Sidorejo, Klaten, Jumat (12/11/2010) di Klaten.
Sapi di pengungsian, diincar oleh para tengkulak yang mencari 
kesempatan
Sapi di pengungsian, diincar oleh para tengkulak yang mencari kesempatan
Praktik tengkulak itu memang mencekik warga asal desa-desa yang menjadi korban letusan Gunung Merapi di Kecamatan Kemalang, Manisrenggo, dan sekitarnya. Sapi yang diselamatkan warga hanya ditawar Rp 350.000 hingga Rp 700.000 per ekor. Warga asal Balerante, Sukiman, mengatakan, ulah tengkulak itu sudah tidak punya empati kepada warga. Mereka berkeliling desa sambil membawa truk untuk memuat sapi dan pamer uang kontan di depan warga pemilik sapi.
Kepada pemilik sapi yang sudah pasrah karena tidak punya uang di pengungsian, tengkulak itu enak saja bilang, “Ini saya punya uang Rp 350.000, mau diambil atau tidak? Sapi itu sudah tidak sehat karena terlalu lama menghisap banyak debu,” ujar Sukiman, menirukan ulah para tengkulak sapi.
Terhadap tawaran harga yang begitu rendah itu, tetap saja banyak warga yang terpaksa melepas sapinya. Posisi warga yang memiliki ternak sapi ini memang dilematis. Mereka mau terus memelihara, tetapi tidak bisa mengurus dan memberi makan. Sementara kalau dibiarkan di kandang, mereka khawatir sapinya hilang dicuri atau malah mati karena keracunan debu atau kurus kurang makan.
“Pemerintah sendiri mau membantu, tapi hanya membeli sapi yang mati akibat bencana Merapi. Kata tengkulak itu, kalau sapi biasanya digelonggong dengan air, ini sapi yang korban Merapi kena gelonggong debu vulkanik,” ujar Sulagiman, asal Desa Tlogowatu, Kecamatan Kemalang, Klaten. (Sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail (1909-1998)

  H. Abdul Hadi (1909-1998) Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail dilahirkan pada tahun 1909 M di Gang Kelor Kelurahan Jawa, Manggarai Ja...