Kemarin kawan saya yang bekerja di kilang milik salah satu BUMN sempat berkisah, “Mas Lamb, dulu pernah ada manajer di kantor pusat Jakarta yang sempat salah jalan. Dia itu orangnya pandai dan kinerjanya bagus. Sayangnya dia lalu korupsi. Sayangnya lagi, korupsinya terlacak dan dia harus menjalani proses klarifikasi internal.”
“Oh, sayang ya, padahal dengan bekerja normal saja, sukses sudah di depan mata”, sahut saya.
“Mau tahu mas, apa hukuman yang dia terima?”, lanjut kawan tadi.
“Oiya, dia pasti dipecat dan akhirnya dihukum berapa tahun?”
“Salah mas. Dia ngga dipecat, tapi ditempatkan di ruangan tersendiri, harus hadir setiap hari, non-job, tetapi gaji jalan terus”, jawab dia.
“Wah asik dong, bisa ngeblog, fesbukan atau browsing seharian.”
“Bener mas, tapi dia orangnya gaptek, jadi dia merasa tersiksa dan akhirnya mengajukan pensiun dini.”
“Sayang ya. Coba kalau saya yang dapat hukuman seperti itu, pasti saya seneng banget. Hobi tersalurkan dan dapat gaji lagi. Itu hukuman yang nikmat banget buat saya”, jawab saya.
Setelah diskusi itu saya sempat merenung sejenak sambil berandai-andai. Oh, alangkah indahnya hidup ini seandainya Tuhan hanya memberikan hukuman yang bersifat mendidik seperti itu. Bukan dengan extreme reward and punishment berupa imbalan 72 bidadari atau ancaman api yang menyala-nyala dan membakar dengan dahsyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar