“Jangan mudah putus asa dan patah semangat, setiap kegagalan itu pasti ada hikmahnya, Tuhan itu Maha Penyayang tak mungkin Dia akan menyengsarakan umatnya”
Kata–kata itu selalu dicamkan ibu pada kami, anak-anaknya, setiap kali kami menemui kegagalan. Terkadang kami menganggap hal itu sungguh klise, sebuah nasihat yang biasa untuk memotivasi kami bila kami larut dalam kesedihan saat mendapati sesuatu yang tidak seperti kami inginkan. Tapi sekarang betapa aku rindu sekali mendengar nasihat ibu terlebih bila aku terbentur masalah kantor, rumah tangga ataupun yang lain.
Ibuku memang wanita gigih dan tegar. Suatu kejadian masa lalu yang sempat aku dengar dari kakakku selalu terngiang dan membuat hatiku bangga pada ibu. Ketika itu, tentu saja aku belum lahir, sekitar tahun 1965. Saat itu ayahku bekerja di sebuah perusahaan penerbangan milik negara dengan gaji yang tinggi. Tentu saja semua kebutuhan anak-anaknya yang ketika itu ada enam orang dapat tercukupi.
Sampai pada suatu peristiwa yang merubah jalan hidup ayah dan keluargaku. Tahun itu ternyata sedang berlangsung peristiwa pencarian dan penangkapan orang–orang yang terlibat suatu Organisasi/partai yang terlarang pada masa itu. Berita yang sangat buruk sungguh mengejutkan ayah dan rekan-rekan di kantornya. Atasan ayahku termasuk orang yang dicari dan langsung diberhentikan oleh perusahaan. Rupanya atasan ayah mempunyai niat buruk. Semua staff yang berada dibawahnya dilaporkannya ikut terlibat pada partai tersebut.Tanpa diusut lebih lanjut semua staff di kantor ayah ku diberhentikan termasuk ayahku.
Ayahku tentu saja merasa bingung dan gundah gulana, apa lagi sulit sekali mencari pekerjaan pada tahun itu ditambah lagi dengan cap terlibat partai terlarang. Disitulah ibuku dituntut untuk berjiwa besar.. Ibu terus menasehati ayahku agar terus berusaha dan pantang berputus asa. Masa berganti masa dan bulan berganti bulan namun ayahku belum kunjung mendapat pekerjaan. Pesangon yang diberikan perusahaan yang kemudian dijadikan modal kerja sama usaha pun ternyata malah ditipu oleh teman ayah sendiri.
Ayahku mulai patah semangat dan dan mulai malas untuk mencari kerja, namun ibu tak kenal lelah memotivasi ayah. Padahal saat itu ayah tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga lagi. Dalam keputusasaan, ayah menjadi lebih temperamental. Apa saja yang tidak mengenakkan hatinya, ayah pasti langsung emosi. Menurut cerita kakak-kakakku, bisa ayah marah, tak seorang pun yang berani mengusik ayah karena takut menjadi sasaran kemarahan ayah. Tapi ibu sangat sabar dan memaklumi mengapa ayah menjadi lebih pemarah. Ibu berusaha mengerti segala kekalutan dan kebingungan ayah.
“Jangan marah pada ayah. Kita semua harus mendukung ayah dan memberi semangat padanya. Kita harus terus berdo’a pada Allah semoga Allah memberikan jalan keluar untuk ayah dan keluarga kita,” demikian kata-kata ibu pada kakak-kakakku bila mereka mengeluh tentang ayah dan nasihat itu selalu diingat oleh kakak-kakakku.
Ibu memang wanita luar biasa. Di saat keungan yang sulit, ibu harus memutar pikiran untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Mulailah ibu menanam sayur-sayuran di kebun belakang, sehingga dari sanalah dapur kami dapat mengepul. Kakak-kakakku cerita, ketika itu mereka harus makan sangat sederhana. Bayangkan bila sebelumnya mereka bisa makan enak, saat itu mereka harus bersyukur bila hanya makan dengan sayur dan sambal atau kerupuk.
Sedangkan untuk kebutuhan sekolah anak – anak dan untuk membeli beras ibuku mengkreditkan pakaian ke rumah–rumah tetangga. Banyak tetangga yang mencemooh dan merendahkan ibuku yang dulunya hidup enak sekarang harus bekerja keras. Bila kakak-kakakku menjadi marah karena sindiran dari para tetangga yang sepertinya senang dengan kemelaratan kami, namun ibu dengan senyumnya yang selalu bisa menenangkan hati itu tidak memasukkan ke dalam hatinya setiap perlakuan yang sangat tidak mengenakkan itu. Ibu tetap bersyukur pada Tuhan atas semua rizki yang diberikan Tuhan.
“Tapi kita tidak bisa diam saja bu, bila dihina seperti itu?!”
“Awas saja, akan kubalas ejekan mereka pada ibu!”
Begitulah kemarahan-kemarahan kakak-kakakku melihat ibu kami disakiti dan diejek. Tapi ibu tak pernah terbawa emosi. Dengan lembutnya ibu menenangkan kakak-kakakku yang sedang emosi itu.
“Marah tak akan menyelesaikan masalah, nak. Untuk apa meruncing permasalahan dan menambah musuh kan?” demikian ibu berujar, “dengan berdo’a yang tak putus-putus, suatu saat Tuhan pasti memberikan balasan dari setiap usaha yang kita kerjakan. Satu hal yang harus selalu diingat, bersyukurlah, karena hari ini pun kita masih bisa makan, itulah rezeki yang diberikan Tuhan untuk kita.”
Ah…ibu memang wanita yang sangat tegar. Kesabaran dan ketabahannya dalam menapaki hidup sepertinya menyentuh hati ayahku. Akhirnya semangat ayahku bangkit kembali. Ayah bangkit dari tidurnya lelapnya dan mulai mengisi hari-hari dengan harapan dan semangat dalam usaha mencari pencapaian cita-cita.
Sampai kemudian ayah melamar kerja pada suatu perusahaan industri pupuk milik Negara. Alhamdulillah, berkat kerja keras dan doa ayah, ibu beserta kakak-kakakku akhirnya ayahku diterima diterima. Betapa bahagianya keluargaku saat itu. Semangat ayah telah kembali.
Sejak kejadian itulah, ayahku sepertinya menyadari kekeliruannya selama ini. Ayah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tak pernah lagi mau berputus asa atapun bersedih bila mengalami kegagalan. Ayah telah mengambil hikmah dari semuanya. Pun Saat nenekku, ibu dari ayahku meninggal, tidak seperti paman dan bibiku yang terus meratap menangisi kepergian nenekku, ayah dengan tegarnya mengurus semua pemakaman nenek dan dialah yang berusaha menasehati saudara-saudaranya agar mengambil hikmah dari kepergian nenekku
Ibu memang pelita kami sekeluarga. Ibu adalah pejuang sejati di keluarga kami. Sepak terjang dan semangat juangnya yang tinggi memberikan kekuatan pada kami, anak-anaknya dalam meniti hidup. Dan kini ketika aku telah berkeluarga dan jauh dari ibu, sungguh nasehat ibu selalu aku ingat dan senantiasa aku rindukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar