Umur 12 tahun masi tetep duduk di kelas 2 SD
Bagi Ciputra, perintis pengembang properti nasional sekaligus pembangun lebih dari 20 kota satelit di seluruh Indonesia,dan beberapa di luar negri pengalaman hidup susah sejak kecil adalah pemicu kesuksesannya.
Masa kanak Ciputra sendiri cukup sengsara. Lahir dengan nama Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah, ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam sampai delapan tahun, Ci diasuh oleh tante-tantenya yang "bengis". Ia selalu kebagian pekerjaan yang berat atau menjijikkan, misalnya membersihkan tempat ludah. Tetapi, tiba menikmati es gundul (hancuran es diberi sirop), tante-tantenyalah yang lebih dahulu mengecap rasa manisnya. Belakangan, ia menilainya sebagai hikmah tersembunyi. "Justru karena asuhan yang keras itu, jiwa dan pribadi saya seperti digembleng," kata Ciputra.
Sebagai bungsu dari 3 bersaudara, Ciputra kecil harus bergelut dengan berbagai pekerjaan untuk mencari uang membantu sang ibu yang berjualan kue. Ciputra yang mengaku sangat bandel dan nakal sejak kecil, juga harus berjalan kaki tanpa alas kaki sejauh 7 kilometer ke sekolah setiap hari. Kenakalan Ciputra terlihat dari sifatnya yang seenaknya sendiri. Saat disuruh belajar bahasa Belanda, Jepang atau China, dia malas. Dia hanya mau belajar bahasa yang dianggapnya akan berguna baginya, yaitu bahasa Indonesia. Akibatnya, saat usia 12 tahun dia masih di kelas 2 SD karena berkali-kali tinggal kelas.
Pada usia 12 tahun, Ciputra menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. "Lambaian tangan Ayah masih terbayang di pelupuk mata, dan jerit Ibu tetap terngiang di telinga," tuturnya sendu. Sejak itu, ibunyalah yang mengasuhnya penuh kasih. Sejak itu pula Ci harus bangun pagi - pagi untuk mengurus sapi piaraan, sebelum berangkat ke sekolah.
Atas jerih payah ibunya, Ciputra berhasil masuk ke ITB dan memilih Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia, bersama dua temannya, mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan -- berkantor di sebuah garasi. Saat itu, ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika masih sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. ``Kami belum punya rumah. Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen,`` tutur Nyonya Dian, ibu empat anak. Tetapi dari sinilah awal sukses Ciputra.
Ketika mula didirikan, PT Pembangunan Jaya cuma dikelola oleh lima orang. Kantornya menumpang di sebuah kamar kerja Pemda DKI Jakarta Raya. Kini, 20-an tahun kemudian, Pembangunan Jaya Group memiliki sedikitnya 20 anak perusahaan dengan 14.000 karyawan. Namun, Ir. Ciputra, sang pendiri, belum merasa sukses. ``Kalau sudah merasa berhasil, biasanya kreativitas akan mandek,`` kata Dirut PT Pembangunan Jaya itu.
Pada tahun 1997 terjadilah krisis ekonomi. Krisis tersebut menimpa tiga group yang dipimpin Ciputra: Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Namun dengan prinsip hidup yang kuat Ciputra mampu melewati masa itu dengan baik. Ciputra selalu berprinsip bahwa jika kita bekerja keras dan berbuat dengan benar, Tuhan pasti buka jalan. Dan banyak mukjizat terjadi, seperti adanya kebijakan moneter dari pemerintah, diskon bunga dari beberapa bank sehingga ia mendapat kesempatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya. Akhirnya ketiga group tersebut dapat bangkit kembali dan kini Group Ciputra telah mampu melakukan ekspansi usaha di dalam dan ke luar negeri.
Ciputra telah sukses melampaui semua orde; orde lama, orde baru, maupun orde reformasi. Dia sukses membawa perusahaan daerah maju, membawa perusahaan sesama koleganya maju, dan akhirnya juga membawa perusahaan keluarganya sendiri maju. Dia sukses menjadi contoh kehidupan sebagai seorang manusia. Memang, dia tidak menjadi konglomerat nomor satu atau nomor dua di Indonesia, tapi dia adalah yang TERBAIK di bidangnya: realestate.
Pada usianya yang ke-75, ketika akhirnya dia harus memikirkan pengabdian masyarakat apa yang akan ia kembangkan, dia memilih bidang pendidikan. Kemudian didirikanlah sekolah dan universitas Ciputra. Bukan sekolah biasa. Sekolah ini menitikberatkan pada enterpreneurship. Dengan sekolah kewirausahaan ini Ciputra ingin menyiapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pengusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar