Sampai kini aku masih belum mengerti apalagi memahami dosa, karma atau kutukan macam apa yang menimpa diriku ini. Setahuku, aku tak pernah berbuat jahat atau menyakiti orang lain. Tapi mengapa peristiwa demi peristiwa yang kualami selama beberapa tahun terakhir bagaikan rentetan kutukan yang sedang menuntut balas atas satu tindakan buruk yang pernah kulakukan. Kehilangan nyawa seorang anak mungkin bukanlah suatu yang aneh. Bahkan, meski menyakitkan, semua orang pada akhirnya akan memahami itu sebagai takdir yang tidak bisa dielakkan ..Tapi yang kualami bukan hanya sekali ..tiga kali aku mengalami peristiwa serupa.
Setiap kali anakku menginjak usia dua tahun, saat sedang lucu2nya ..tiba-tiba terjangkit penyakit panas yang aneh. Menurut dokter, hanya demam biasa ..namun nyatanya toh panas biasa itu mampu merenggut kehidupan mereka juga. Anakku pertama, perempuan kuberi nama Aisya, lahir dalam kondisi sehat bahkan montok dan lucu. Hingga usia satu setengah tahun ..semuanya normal saja. Aisya tumbuh sebagaimana anak yang lainnya, bahkan banyak yang mengatakan wajahnya elok. Rambutnya yang ikal, kulitnya yang putih bersih serta celotehnya sering membuat orang-orang di sekitar jadi gemas. Pendeknya, di manapun Aisya berada, selalu menjadi perhatian. Akupun merasa bangga memiliki Aisya.
Namun siapa sangka bila takdir berkehendak lain. Aku masih ingat betul, saat itu, usai bermain dengan peralatan masak-masakannya di teras, tiba-tiba gadis kecilku itu masuk rumah dan mengeluh pusing. Tak berapa lama setelah aku ninabobokan, kudengar dia mengerang. Betapa terkejutnya aku sewaktu kusentuh badannya, terasa sangat panas. Karena ini merupakan pengalaman pertama, terus terang, aku begitu panik. Aku langsung menelpon suamiku di kantornya dan tak berapa lama diapun pulang dan membawa Aisya ke rumah sakit. Anehnya, begitu sampai rumah sakit, panas Aisya perlahan menurun ..bahkan setelah mendiagnosa, dokter mengatakan demam yang diderita Aisya hanya demam biasa, sehingga hanya perlu meminum obat penurun panas biasa. Kamipun membawa Aisyah pulang, setidaknya kami lega karena Aisya dinyatakan tidak apa-apa meski kami merasa aneh karena hingga malam Aisyah tak juga membuka matanya. Untuk meminumkan obatnya terpaksa kami minumkan obatnya dalam kondisi tertidur.. Tapi ternyata kelegaan kami hanya sementara, tengah malamnya, tiba-tiba badan Aisya menggigil hebat, panas badannya kembali meninggi, matanya terbuka sejenak lalu kembali terpejam. Kami panik luar biasa ..saat itu juga kami kembali ke rumah sakit ..dan kenyataan yang harus kami terima sungguh sangat menyakitkan. Nyawa gadis kecilku itu ternyata sudah tak tertolong lagi. Aku syok, begitu juga suamiku ..sungguh kesedihan mendalam yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Begitulah waktu berlalu bersama bayangan-bayangan lucu dan kenangan-kenangan manis bersama Aisya kecilku ..hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali mengisi kekosongan hari-hari yang telah dibawa Aisya dalam keabadian dengan menghadirkan anak kedua kami, laki-laki bernama Haikal. Sebagaimana Aisya, meski cowok, tapi segala yang melekat pada diri Haikal tak berbeda dari Aisya. Bentuk mukanya, rambutnya yang ikal, lesung pipitnya ..semuanya bagaikan menghidupkan kembali Aisyahku yang pernah hilang. Perlahan kehadiran Haikal mampu menutup luka atas kepergian Aisyah ..Dan dalam hati aku selalu berjanji menjaga Haikal sebaik mungkin. Tapi lagi-lagi suratan hidup tak mau berpihak padaku ..sehari menjelang ulang tahun Haikal yang pertama, tiba-tiba peristiwa tiga tahun sebelumnya itu kembali terulang. Tanpa sebab yang jelas, Haikalpun terserang panas demam luarbiasa yang ketika kubawa ke dokter didiagnosa sebagai demam biasa. Tapi karena terlanjur trauma dengan peristiwa yang menimpa Aisya dulu, aku ngotot dan memaksa dokter agar Haikal opname saja. Dokterpun tak kuasa menahan kehendakku. Dan benar! Apa yang kutakutkan terjadi juga ..tengah malamnya, Haikal kejang ..Meski upaya maksimal sudah diupayakan pihak rumah sakit dan dokter ..nyatanya itu tak membuat nyawa Haikal terselamatkan ..Haikal meninggal !!! Yang kurasakan ...tak bisa kuurai di sini ..tak bisa ..seberapapun kata yang aku tuliskan tak kan pernah bisa mewakili perasaanku yang hancur berkeping-keping ...
Kukira itu yang terakhir ..ternyata tidak. Dua tahun setelah perginya Haikal, dua tahun aku dalam kesedihan (bahkan sempat hampir depresi) akhirnya aku dan suami mencoba kembali menata hidup, membangkitkan semangat untuk tetap meneruskan garis keturunan kami, apapun yang terjadi. Syukurlah, harapan kami terwujud, untuk ketiga kalinya seorang anak perempuan, kembali lahir dari rahimku. Segala kemungkinan sudah kupersiapkan ..termasuk sewaktu dia masih dalam kandungan. Salah satu yang kami lakukan adalah ke 'orang pintar' yang kerap kali menangani pasien seperti aku. Menurut orang pintar itu, ada yang 'tidak beres' dengan rumahku. Menurutnya, ada aura negative yang akan terus merongrong setiap kemunculan kehidupan baru di rumah kami. Bila kami ingin membuang sial, maka anakku yang lahir harus diberi Gudel (dalam bahasa Jawa berarti anak kerbau). Yaahh ..apa boleh buat, demi kepentingan dan keselamatan jiwa anakku, kuikuti saja saran orang pintar itu ..anak cantikku kuberi nama Gudel. Sebenarnya tak tega juga memberikan nama itu kepada buah hatiku ..tapi sekali lagi ..maksud dan keinginanku hanya agar aku tak kehilangannya lagi.
SiGudelpun terus tumbuh ..sama dengan kakak-kakaknya yang telah tiada, diapun menjelma jadi sesosok gadis kecil yang cantik dan sehat hingga usia dua setengah tahun. Hanya saja dibandingkan dengan Aisyah dan Haikal, pembawaan Gudel cenderung lebih kalem ..bahkan terkadang terlihat murung. Aku tak terlalu mempermasalahkan itu, karena setiap manusia diciptakan dengan sifat berbeda satu dengan yang lainnya. Melewati dua setengah tahun, tak ada peristiwa yang berarti atau mengkhawatirkan, aku terus berharap agar keadaan seperti ini akan terus berlanjut hingga aku bisa menikmati tahap demi tahap perkembangan anakku ..dari anak, remaja, atau bila memungkinkan hingga dia dewasa dan telah beranak cucu.Awalnya aku berfikir mungkin lantaran karena nama Gudel itulah yang membuatnya diberi waktu lebih lama tinggal dan menikmati kefanaan dunia. Namun ternyata, aku keliru ...untuk kesekian kalinya ..lagi-lagi kenyataan pahit itu harus kutelan kembali. Peristiwa yang lalu-lalu terulang kembali ...mungkin karena sudah dua kali mengalami peristiwa yang sama, maka untuk ketigakalinya ini ..aku memilih pasrah ..aku bahkan hampir-hampir tak mengeluarkan airmata sama sekali ketika tiba-tiba tangan kecil Gudel semakin dingin dan terus mendingin di pembaringan ruang gawat darurat rumah sakit. Aku hanya bisa mengucap istihfar berulangkali untuk menguatkan diriku sendiri agar tidak jatuh atau bahkan mungkin stress dan gila dengan kejadian menyakitkan yang berulangkali menimpaku ini.
Banyak cerita minor dari lingkungan kanan kiriku menyertai kemalangan yang kualami ini. Ada yang menyebutkan bahwa kejadian yang meneror kehidupanku ini terkait erat dengan 'janji' leluhur atau kakek buyutku dulu yang disebut-sebut mendapatkan harta kekayaan melalui pesugihan. Dan kebetulan sekali, rumah yang kutempati saat ini memang rumah warisan turun temurun dari leluhur. Meski sudah kupermak dan kurenovasi menyesuaikan dengan arsitek masa kini, namun itu tidak akan berpengaruh karena konon tumbal pesugihan itu ditanam di tanah. Waktu yang cukup lama membuat tumbal telah menyatu dengan tanah dan tak mungkin 'diambil'. Benar tidaknya ..entahlah. Orang boleh berspekulasi atau berpendapat apa saja ..yang jelas, aku sudah kehilangan ketiga putra putriku. Bahkan aku tak tahu lagi ...apa aku masih punya sedikit energi atau semangat untuk menghadirkan kembali tawa kecil bocah di kehidupan kami ..sedangkan maut, kepedihan demi kepedihan itu senantiasa menghantui hari-hari kami. Mengapa kehadiran dan kebahagiaan kecil itu Kau ciptakan bila akhirnya harus terenggut kembali dalam waktu yang begitu cepat ????
Sepertinya ..kepergian Gudel benar-benar menjadi tanda bagi episode terakhir perjuangan dan keinginanku untuk mendapatkan keturunan. Terus terang, hingga kini aku masih takut, aku tak berani lagi berspkulasi, meski banyak tawaran demi tawaran yang memberikan harapan. Salah satunya dari seorang kyai yang lumayan ternama karena metode pengobatannya. Aku harus menata dulu hatiku ..menata dulu jiwaku ..karena aku sendiri tak yakin akan mampu bertahan bila kelak, ke empat kalinya peristiwa yang sama akan tercipta. Aku memulainya dengan menjual rumah warisan itu ..dan sebelum rumah penuh kenangan pahit itu terjual, sementara aku tinggal di rumah mertua.
Percayakah pembaca, saat kutuliskan ini ...tepat pukul 23.00 .. melalui kaca jendela kamar yang sengaja kubuka gordennya, sekilas aku melihat bayangan ketiga anakku tengah bergandengan tangan di halaman samping rumah ..duh ...***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar