Kamis, 21 Oktober 2010

Mengelola Keuangan Keluarga


Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian. Perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat uang melimpah maupun disaat kekurangan uang. Masyarakat Indonesia merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu kami merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua kalangan masyarakat terutama pasangan suami istri untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya masing-masing. Kami sangat percaya bahwa setiap orang memiliki pandangan mengenai uang yang berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam membicarakan soal uang di dalam keluarga berpotensi menimbulkan permasalahan.

Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun menurut hemat kami, hal ini malah seharusnya dibicarakan. Kalangan ini pernah berpikir, Apakah dengan membiarkan persoalan keuangan dalam keluarga belarut-larut akan menyelesaikan segalanya? Atau bisa menjadi bola salju yang terus membesar? Persoalan kecil bisa menjadi besar bila tidak diatasi dan diselesaikan dengan bijak. Oleh karena itu dalam hal keuangan keluarga sangat dibutuhkan sebuah pola pengelolaan dimana masing-masing individu di dalam keluarga (suami dan istri) memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan pembagian tanggung jawab serta diskusi yang mendalam dapat meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa depan.

Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa Anda pilih sesuai dengan keinginan Anda bersama pasangan Anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada. Hal terpenting disini adalah saling keterbukaan serta menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab bersama.

1. Uang bersama dan Sistem Amplop

Penghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi account bersama di bank untuk ‘menampung’ sisa amplop setiap bulannya.

2. Membagi Berdasar Persentase

Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau persentase Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing “menyetor” 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi.

3. Membagi Tanggung Jawab

Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan “berat”, seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan lebih besar, tentunya hal ini juga bisa dilakukan sebaliknya.

Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami dan istri. Diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga bukan lagi menjadi masalah dalam keluarga.

Kalau istri tidak bekerja? Bagaimana?

Ketiga contoh diatas merupakan pola alokasi dari pendapatan suami dan istri. Dimana suami dan istri bekerja dan menghasilkan pendapatan secara regular setiap bulannya. Bagaimana pula bila hanya suami atau istri yang bekerja? Sedangkan pasangan yang lainnya tinggal di rumah?

Bila hal ini yang menjadi pola keuangan di keluarga Anda tentunya akan sangat baik bila Anda dan pasangan Anda membicarakan tugas serta tanggung jawab masing-masing. Mungkin Anda sebagai suami karena bekerja yang berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sedangkan istri yang tinggal di rumah bertanggung jawab dalam hal rumah tangga, mulai dari persoalan belanja regular bulanan sampai alokasi tabungan (dari pendapatan suami) untuk berbagai macam tujuan keuangan keluarga yang dimiliki. Dalam hal ini istri harusnya seperti manejer dalam sebuah perusahaan.

Dengan membagi tanggung jawab bersama, suami tidak lagi merasa lebih dibandingkan istri. Karena kedua individu dalam keluarga tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing. Untuk itulah keterbukaan dan diskusi mengenai keuangan menjadi sangat dibutuhkan.

Tiga hal penting dalam mengelola keuangan bersama

Pertama, pembagian kerja sangatlah dibutuhkan dalam hal mengatur keuangan. Contoh singkatnya, siapa yang membayar semua kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Misalkan Anda sebagai istri yang harus membayarnya maka suami dalam hal ini harus mentransfer dana yang cukup setiap bulannya untuk memenuhi semua kebutuhan keuangan keluarga.

Bila Anda memutuskan untuk mendelegasikan satu orang untuk membayar semua tagihan bulanan keluarga maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran. Dimana Anda berdua haruslah terbuka satu dengan yang lain berkenaan dengan permasalahan uang. Jangan sampai bila Anda menggunakan rekening bersama dan salah satu dari Anda mengambil dana dalam jumlah besar dan tidak mengatakan kepada pasagan Anda. Begitu pasangan Anda membutuhkan untuk hal yang sangat penting ternyata dan yang tersedia tidak mencukupi.

Kedua, pengeluaran yang disepakati menjadi sangat vital. Anda berdua harus mencapai kata sepakat dalam merencanakan pengeluaran. Hal ini biasanya berkaitan dengan pengeluaran yang tidak tetap, misalkan keputusan untuk mengganti mobil dengan yang baru setelah beberapa tahun? Atau apa yang Anda berdua pikirkan berkenaan dengan liburan? Sebagai kesimpulan, Anda harus membicarakan dan bersepakat dalam kebutuhan yang harus dipenuhi, apa yang menjadi keinginan bersama dan apa yang dapat Anda penuhi.

Hal terakhir yang menjadi sangat penting adalah menabung. Dalam hal ini visi kedepan menjadi sangat penting. Dimana dengan tujuan yang Anda dan pasangan tentukan akan memberikan motivasi serta pemilihan strategi yang dapat membantu Anda mencapai tujuan masa depan yang dimiliki. Dengan begitu Anda juga akan melihat pentingnya pengalokasian dana saat ini dan dimulai saat ini juga.

Demikianlah ulasan singkat seputar uang dalam kaitannya dengan hubungan suami istri di dalam keluarga. Semoga memberikan masukan dan tambahan ilmu bagi Anda.

Muhamad Ichsan, ChFC, MsFin
Sumber Pembelajar.com

* Muhamad Ichsan, ChFC, MsFin, adalah parkitisi dan akademisi di bidang perencanaan keuangan. Ia adalah Managing Partner pada PrimaPlanner dan Direktur Program IFPI, serta mengajar di Ubinus dan STAN. Ichsan dapat dihubungi melalui email: ichsan02@yahoo.com

1 komentar:

  1. kak---adik mau jadi follower how is it---will u accept it---thx----

    BalasHapus

Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail (1909-1998)

  H. Abdul Hadi (1909-1998) Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail dilahirkan pada tahun 1909 M di Gang Kelor Kelurahan Jawa, Manggarai Ja...