“Selalulah merasa hijau. Jangan pernah merasa matang.
Sebab jika sudah merasa matang, yang tinggal hanya busuknya ….”
Ini masalah sikap. Sikap untuk mau berubah, sikap untuk mau berkembang.
Dalam menghadapi berbagai keadaan, umumnya kita cenderung berharap, orang lainlah yang berubah, lingkunganlah yang berubah, situasilah yang berubah. Saya tidak!
Kalau skripsi nggak beres-beres kita berharap dosen mau “baik hati”. Jika bisnis mulai bangkrut, yang salah selalu karyawan, saingan bahkan juga produk. Kalau banyak kader nggak bergerak, kita mulai “meragukan” komitmen mereka. Pokoknya “mereka” lah yang perlu berubah! Mereka perlu menyesuaikan diri dengan “pikiran atau kehendak kita”.
Mengapa bisnis yang kita lakukan selalu harus berakhir dengan kegagalan. Mengapa puluhan lamaran kerja saya selalu tak memperoleh jawaban? Mengapa istri saya belum juga mau berhenti mengkritik saya? Mengapa suami saya masih saja pulang terlalu malam? Mengapa? Mengapa?
Apa yang salah? Apa rahasianya bisa mengubah orang lain? Berbagai buku kita pelajari. Berbagai diskusi dilakukan, untuk mencari tahu resep mujarab: Bagaimana Caranya Mengubah Orang Lain!!!
Seorang suami ingin sekali mengubah istrinya menjadi seperti yang ia impikan. Sementara istri pun mati-matian berusaha mengubah suaminya menjadi “sang suami idaman” . Seorang pedagang sering ragu memulai bisnisnya, lalu bersikap menunggu sampai situasinya berubah seperti yang ia inginkan. Dan umumnya kita pun banyak bersikap menunggu tak mau melakukan apa-apa sampai akhirnya “keputusan” itu datang. Begitulah kita. Semua kita ingin lingkunganlah yang berubah. Dunialah yang berubah. Orang lainlah yang berubah.
Akan tetapi sekalipun sudah begitu banyak upaya yang kita lakukan untuk mengubah seseorang dan situasi, telah berhamburan program dan biaya diluncurkan, mengapa tak juga berhasil apa yang kita lakukan?
Mari sejenak kita berhenti menginginkan orang lain berubah. Bukalah pintu hati-bersih kita, dan mari belajar lebih banyak dari Rasulullah yang telah amat sukses berkat bimbingan Allah. Amati lebih teliti bagaimana beliau “mengubah manusia” dan bahkan mengubah dunia.
Beliau mempraktekkan langsung sikap “Ibda’ binafsik” …Mulailah dari dirimu! Mulailah dari cara berpikirmu. Mulailah dari cara kerjamu. Mulailah dari Sikapmu!
Kita dulu yang harus berubah. Bukan orang lain. Bukan situasi. Bukan lingkungan. Selama ini kita cenderung menginginkan orang lain lah yang berubah. Inginnya rumah kita yang berubah. Inginnya teman-teman kita yang berubah. Inginnya struktur organisasi berubah. Inginnya situasi berubah. Inginnya semuanya …. selain diri kita.
Selama cara berpikir kita tidak pernah kita ubah, cara kerja kita tidak kita ubah, cara kita memimpin tidak kita ubah, cara kita mengkader tidak kita ubah, cara kita membangun tim-kerja tak kita ubah, maka sampai bertahun-tahun ke depan pun, tidak perlu heran ketika hasilnya pasti tetap sama. Sekalipun kita lakukan berulang-ulang, bertahun-tahun…… Pertumbuhan nol atau bisa jadi bahkan negatif.
Perubahan hanya akan terjadi lewat proses belajar. Sikap untuk selalu mau belajar adalah satu-satunya sikap penting agar seseorang mencapai puncak keberhasilan. Dalam keadaan bagaimana pun seseorang memulai tangga kehidupannya, di level apapun latar belakang pendidikannya, setiap orang yang mau belajar dan mau berkembang …. maka sesungguhnya ia sedang menaiki tangga keberhasilannya sendiri.
Sikap untuk selalu mau belajar, mau diajar, mau berkembang sering disebut sikap teacheable, dengan siapapun orangnya, apapun latar belakangnya. Mereka yang paling teacheable, maka mereka-lah yang paling cepat menaiki tangga kesuksesannya, di bidang apapun.
Sebuah organisasi akan tak terbatas pertumbuhannya jika sikap “teacheable” ini mendarah daging menjadi kebiasaan (budaya) organisasi tersebut. Tak ada istilah berhenti belajar. Fokus seluruh sistem adalah “pembelajaran”. Besar atau kecilnya suatu organisasi akan lebih banyak ditentukan oleh seberapa banyak orang-orang teacheable di dalam organisasi tersebut.
Semakin banyak anggota yang teacheable dalam organisasi, maka akan lahir banyak kader. Jika banyak kader yang terus belajar dan mengasah kemampuan memimpin mereka, maka akan lahir banyak leader (pemimpin). Tak heran jika kemudian organisasi itu akan mengalami pertumbuhan dahsyat tak terbatas secara amat luar biasa. Sebabnya satu, sikap mau belajar tanpa pernah merasa matang, di level apa pun jabatan dan tingkatannya,
Kita sendiri melihat bagaimana sikap ini tumbuh demikian pesat di kalangan para sahabat Rasul. Mereka melakukannya dengan cara menduplikasi (meniru) Rasul. Mereka belajar dari beliau tanpa berhenti. Diantara para sahabat saling belajar dan mengajar. Mereka mengamalkan amanat Rasul, “Sesungguhnya Belajar itu wajib hukumnya baik bagi laki-laki maupun perempuan” . Apa yang terjadi kemudian? Organisasi yang beliau pimpin, dalam waktu yang amat spektakuler mampu mengubah dunia!
Belajar memang tidak mudah. Bahkan untuk selalu konsisten memiliki sikap belajar, memang luar biasa sulit. Kita harus mau mengantongi ego kita. Baru kita akan punya sikap belajar yang luar biasa. Belajar dari orang diatas kita, itu sih biasa-biasa saja. Namun maukah kita belajar dari musuh kita, belajar dari bawahan kita, belajar sesama kita, belajar dari saingan kita. Itu memang tidak mudah. Tapi itu bukan berarti tidak bisa!
“Untuk mendapatkan hasil yang berbeda, lakukanlah hal yang berbeda”, itu rahasianya. Karena itu, mari kita selalu berubah (berkembang lewat proses belajar tanpa henti). Maka insyaAllah, orang-orang yang kita sayangi, orang-orang yang kita pimpin, perlahan tapi pasti, mereka pun akan berubah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar