Sabtu, 09 Oktober 2010

Motivasi ~ Meski Kaya, Sabar Tetap Perlu

Meski Kaya, Sabar Tetap Perlu

oleh Taufik Hidayat pada 06 Oktober 2010 jam 17:36

Sabar dalam Kemakmuran

Siapa bilang sabar hanya dituntut saat kita kesusahan. Alloh Azza wa’Jalla juga mencoba mengetes kesebaran manusia dalam wujud kemakmuran. Kekayaan, harta yang melimbah, juga merupakan ujian berat.

Ujian kesabaran dengan kemakmuran juga tak kalah berat dengan ujian kemiskinan. Bedanya, jelas mereka yang makmur, lebih nikmat dibanding mereka yang hidup miskin. Kata orang, ujian kemakmuran itu sifatnya meninabobokan kita. Kita dibuat terlena dengan harta dan kemegahan.

Rumah besar, membuat suasana nyaman. Secara fisik, tetapi soal hati nurani, tetap tidak bisa dihitung dengan jumlah kaca jendela atau banyaknya anak tangga rumah. Maka, saya punya teman yang, mudah-mudahan Alloh merahmatinya, bisa keluar dari ujian kemakmuran ini.

Kita sebut saja sahabat ini dengan Rahmat. Postur badannya tinggi, kurus, dengan kaca mata tebal. Gaya bicaranya teratur dan tertata. Rambutnya selalu klimis. Latar belakang keluarganya, dari keluarga menengah. Ia lahir dan besar di Palembang.

Sejak remaja, ia sudah dituntut untuk mandiri. Meski ia anak kesayangan ibunda, karena hanya satu-satunya anak lelaki dari empat bersaudara, namun ia tak manja. Justru menjadi tangguh, setelah ayahanda meninggal. Ia dengan keterbatasan, mencoba menopang hidu keluarganya.

Singkat kisah, ia bisa diterima di sebuah perusahaan asing. Meski ia bukan sarjana marketing, tetapi kemampuan komunikasi yang baik dan sangat persuasif, Rahmat sukses menjadi orang marketing. Perusahaan asing ini bergerak di bidang backbone system telekomunikasi.

Sekitar enam tahun lalu, perusahaan itu memutuskan menutup perwakilan di Indonesia. Ia pun mendapat golden shake hand yang cukup besar. Sekitar Rp 500 juta. Mujurnya, ia bersama dengan beberapa rekan di perusahaan asing itu membangun perusahaan baru, sekaligus menjadi pemegang lesensi perusahaan asal Amerika itu.

Dari sini, kemakmuran seolah menjadi selubung hidupnya. Dari rumah mungil ukuran 48/91, bisa melebarkan menjadi dua kali kavling. Kemudian meningkat menjadi lebih mentereng. Setelah itu, perusahaan pemegang lisensi itu memenangi sejumlah tender pengembangan Telkomsel, XL, juga Indosat.

Lima tahun lalu, ia pernah cerita omzetnya sudah melebihi dari Rp 100 M per tahun. Sekarang, mungkin sudah lima kali lipatnya. Rumahnya pun ikut meningkat. Ia pindah ke town house di daerah Mampang dengan harga hampir Rp 1 M.

Di sini, ia tak bertahan lama. Setahun lalu, ia pindah lagi di rumah yang sangat-sangat mewah (menimal untuk ukuran saya). Harganya, saya taksir, sekitar Rp 3-4 M. Mobilnya yang semula Honda Civic, sekarang Fortuner.

Apakah ia tak sabar menghadapi kemakmuran? Ternyata Rahmat lolos ujian. Ketika kemakmuran pertama menyapa, yang ia lakukan adalah menaikan haji ibu dan mertunya. Setelah itu, ia berangkat haji bersama istri, paman dan bibinya.

Tak hanya itu, ia juga aktif menyumbang beberapa yayasan yatim piatu. Sholatnya, ia tak pernah ketinggalan. Soal kualitas, Alloh yang Maha Tahu. Rahmat juga benar-benar menjadi rahmat bagi lingkungan. Rahmat, sampai sekarang, rajin beribadah di masjid dekat rumahnya. Ia membuat perusahaan, yang sebenarnya hanya ingin menolong saudara dan teman-temannnya, bukan mencari untung.

Bulan lalu, Rahmat menelepon saya untuk ikut aktif di yayasan yang menyantuni anak kurang mampu. Caranya dengan memberi bantuan bea siswa dan coaching. Langkah ini ia sebut sebagai cara untuk menolong orang lain, tanpa harus orang itu bergantung.

Saya benar-benar iri dengan kesuksesan melampaui ujian kemakmuran ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail (1909-1998)

  H. Abdul Hadi (1909-1998) Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail dilahirkan pada tahun 1909 M di Gang Kelor Kelurahan Jawa, Manggarai Ja...