Selasa, 12 Oktober 2010

Kisah Motivasi ~ Sunarno, Si Juragan Pemasok Daging Dulunya Seorang Kacung

Kisah Motivasi ~ Sunarno, Si Juragan Pemasok Daging Dulunya Seorang Kacung

oleh Taufik Hidayat pada 12 Oktober 2010 jam 16:37

Awalnya, usaha Sunarno Cuma sambilan. Ia memasok tulang sapi ke hotel hotel. Kini, lelaki asal Sragen tersebut menjadi pemasok daging yang sukses di ibukota. Kuncinya adalah usaha keras dan selalu ikhlas.

Tiap hari, paling tidak Sunarno menjual empat ton daging ke seluruh Jakarta. Ia memasok ke beberapa hotel, restaurant, usaha catering, dan para broker yang belanja untuk kebutuhan kapal laut. Sehari, omzet penjualan Sunarno paling sedikit Rp. 60 juta. “Dalam sebulan, total omzet kita antara 1,8 miliar sampai Rp. 2 miliar,” ujarnya. Meski sudah jadi bos, Sunarno masih mengantar barang ke pelanggan. Bisa diduga, tak semua pelanggan tahu bahwa Sunarno adalah pemilik perusahaan CV. Sumber Protein itu. “Orang masih sering minta diketemukan dengan bos. Saya bilang, lagi sibuk, keluar negeri terus,” ujarnya terkekeh.

Kesuksesan Sunarno saat ini sebenarnya sudah dirajut sejak 28 tahun lalu. Lahir dari keluarga petani 49 tahun silam di Sragen, anak ketiga dari enam bersaudara ini hidup susah sejak kecil. “Saya pernah makan dedaunan campur garam waktu kekeringan tahun 1963,” kata ayah empat anak ini. Selulus SMP, Sunarno memutuskan untuk bekerja di Solo menjadi buruh di pabrik tahu. Tapi, ia tak puas dan punya impian untuk merantau ke Jakarta. Pada tahun 1976, dengan modal nekat, Sunarno berangkat ke Jakarta. Ia nebeng kareta pasir. “Saya duduk di dekat injakan rem. Berangkat tanpa memakai sandal,” kenangnya. Sesampai di Gambir, ia benar benar seperti orang hilang. Sambil duduk di stasiun, dia melihat sebuah truk yang menurunkan kardus kardus. Kebetulan, kulinya sama sama dari Jawa. “Saya pingin ikut kerja sama dia,” tuturnya.

Akhirnya, Sunarno diajak ke sebuah pabrik pemasok daging dan susu yaitu perusahaan Nila Fortuna di daerah Kapuk. Kerjaan awal Sunarno adalah kacung. “Saya disuruh mencuci mobil, motong rumput, memeras susu sapi. Pokoknya, asal bisa makan dan tidur,” ujarnya. Tak sampai 2 tahun Sunarno diminta jadi kernet. Ia membantu mengantarkan barang ke pelanggan. “Dari situ saya mulai belajar jadi pemasok,” ujarnya.

Menongkrongi Pelanggan di Supermarket Tak disangka, tahun 1986, Nila Fortuna bangkrut. Akhirnya bersama dua orang bekas karyawan Nila Fortuna, Sunarno mendirikan Duta Lestari. Dari Modal awal Rp. 3 juta hasil patungan bertiga, usaha Duta Lestari semakin besar dengan asset Rp. 1,2 miliar . Sayangnya, setelah 13 tahun berjalan akhirnya bubar. “Penyebabnya, pembagian untungnya enggak rata,” katanya. Aset perusahaan dibagi tiga, Sunarno kebagian Rp. 126 juta yang lantas dipakainya modal mendirikan Sumber Protein.

Untuk merangkul pelanggan baru, Sunarno memakai cara yang pernah dipelajari di Nila Fortuna. “Saya tongkrongi orang yang belanja di Golden Truly. Sesampai dimobil, saya tawari daging saya,” kenangnya. Dari situ, Sunarno punya pelanggan tetap seperti Satay House Senayan, Makro dan beberapa restaurant besar. “Hampir semua pelanggan didapat dari mulut ke mulut,” ungkapnya.

Kuncinya : Setyo, Lilo, Legowo Untuk sukses selalu ada cobaan. Hal inilah yang diyakini oleh Sunarno, ketika sadar bahwa dirinya ditipu seorang agen. Gara gara terlanjur percaya, akhirnya harus menanggung rugi Rp. 1,2 miliar empat tahun silam. Baginya, cobaan ini menjadi yang paling berat sejak memulai usaha. Tapi, Sunarno tak langsung goyah. Ia meyakini bahwa cobaan itu bagian dari kesuksesan usahanya. “Kalau mau sukses, biayanya memang cukup mahal,” ujar Bapak dari empat anak lelaki ini. Lantaran tetap punya komitmen pada para pemasok daging, selama setahun empat bulan Sunarno rela menutup rugi walau kerugian itu bukan semata kesalahannya.

Sunarno ingat kata orang tuanya ketika masih kecil. “Kalau jadi orang jangan kagetan,” ungkapnya. Kalau sedang kaya tak boleh senang senang. Kalau sedang tak ada uang jangan kelihatan susah. Prinsip ini ia terapkan dalam hidup. Meski punya asset miliaran, Sunarno tetap tampil sederhana. Ia aktif sebagai sponsor utama di kampung sampai kelurahan. Ia juga menyokong pembangunan pondok pesantren tak jauh dari rumahnya. “Saya usaha ini kan tujuannya ibadah,” tuturnya.

Sunarno yakin, kalau hidup ini dijalani dengan setyo (setia), lilo (rela), dan legowo (ikhlas), hasilnya pasti lebih enak dinikmati. Kalau hidup ini ikhlas, kita jauh lebih sabar dan akhirnya juga subur. Kini, usaha Sunarno terus berkembang. Rumahnya berkembang jadi seluas 1.000 meter2. Sebagian digunakan sebagai tempat penyimpanan daging. Dari semula cuma memakai 20 tempat penyimpanan kapasitas kecil, kini Sunarno punya 2 gudang cold storage berkapasitas 110 ton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail (1909-1998)

  H. Abdul Hadi (1909-1998) Guru Hadi atau Abdul Hadi bin KH. Ismail dilahirkan pada tahun 1909 M di Gang Kelor Kelurahan Jawa, Manggarai Ja...