Saat Jenuh Datang Melanda
Dalam sebuah hubungan, siklus naik dan turun pasti bisa datang melanda. Hubungan suami istri dalam pernikahan pun tak luput dari persoalan tersebut. Dan sulitnya, rasa jenuh pun mampu membawa akibat pada lahirnya sebuah perceraian.
Tentu, siapapun tak akan berkeinginan jika kelak rumah tangga yang mereka bina dapat berujung pada sebuah perpisahan. Maka untuk mengatasinya, sejak jauh-jauh hari setiap individu dalam sebuah pasangan suami istri harus mengantisipasinya dengan membina kominikasi sebelum masalah itu datang. Termasuk ketika rasa jenuh datang menghampiri.
Rasa jenuh dalam pernikahan itu sendiri bisa datang karena bermacam-macam penyebab. Mulai dari karena usia pernikahan yang seiring makin bertambah, hingga komunikasi yang tidak terpelihara dengan baik.
Jadi sebelum rasa jenuh mampu menghancurkan hubungan dalam pernikahan, Anda pun perlu tahu mengapa rasa jenuh itu bisa datang dan bagaimana cara mengatasinya. Jangan sampai ketika rasa jenuh itu akhirnya tiba, Anda kebingungan untuk keluar dari sana. (ika)
Pernikahan Itu Ada Seninya
Jika sebuah hubungan pernikahan dari waktu ke waktu dilukiskan dalam bentuk grafik, maka garis yang terlihat akan nampak naik dan turun. Dalam hubungan apapun, rasa cinta dan sayang antar pasangan memang bisa mengalami masa-masa hangat dan renggang.
Banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Satu diantaranya adalah rasa jenuh yang bisa melanda salah satu pasangan, atau bahkan bisa jadi dialami oleh kedua-duanya. Rasa jenuh inipun bisa hadir ketika ada dasar yang kurang kuat di antara pasangan itu sendiri.
Padahal semua orang pasti mengerti, bahwasanya hal itu bisa menjadi kendala bagi setiap pasangan dalam membina hubungan rumah tangga. Menurut Syahyudi, psikolog dari Batam, dalam rumah tangga itu harus ada kasih sayang yang serius. “Ada canda, humor, dan saling keterbukaan,” imbuhnya.
Dikatakan oleh psikolog yang kerap menjadi MC ini, dalam rumah tangga selalu dapat mengalami gelombang jika tidak didasari rasa cinta. Biasanya, hal tersebut hadir dalam sebuah hubungan rumah tangga yang kurang didasari oleh rasa cinta.
“Bisa jadi karena jodoh dari orangtua, atau sebelumnya hanya melewati pertemuan yang singkat,” ujarnya. Barulah ketika hubungan rumah tangga itu berlangsung, segala kekurangan dari masing-masing pasangan terbongkar seiring perjalanan waktu.
“Terus terang saja, pria itu memang kaya dengan ego. Maka itu ia butuh perhatian yang serius dan ada nilai estetikanya, ada seninya untuk itu. Perceraian para seleb itu ada karena kasusnya masing-masing pihak merasa yang paling benar,” terang pria yang juga menjadi guru BP di Madrasah Tsanawiyah Negeri Batam tersebut.
Jikalau wanita bisa memberikan kasih sayang, perhatian, dan kesabaran pada pasangannya, menurut Yudi hal itulah yang akan membuat rumah tangga menjadi langgeng. “Karena suami itu pada dasarnya sangat butuh perhatian,” timpal Yudi.
Maka titik rawan pada sebuah hubungan suami istri dapat terjadi apabila pada suami istri yang sama-sama bekerja. Jika demikian, meskipun sang istri juga menjadi wanita bekerja, ia harus tetap bisa memahami suaminya. Dalam artian, tahu akan karaketristik sang suami.
Masa-masa jenuh bisa hadir seiring waktu, dan tentunya tidak pada masa awal pernikahan. Di masa satu hingga tiga bulan pernikahan, biasanya itulah masa-masa indah yang dirasakan oleh setiap pasangan yang baru saja menikah.
Menginjak bulan ke empat, barulah masing-masing pihak mulai mengetahui kekurangan dari pasangannya. Dan ketika usia pernikahan menginjak tahun ke dua, jika hubungan antar pasangan tidak kuat komunikasinya, kondisi goyah bisa saja terjadi.
Karena itu, buatlah hubungan Anda dengan pasangan seperti laiknya masa-masa pacaran dahulu. Hal-hal sepele seperti merawat suami, bercanda, rekreasi dengan keluarga, atau membuatkan masakan spesial yang disukai pasangan, mampu menjadi bumbu pemanis dalam rumah tangga. Lakukan hal-hal tersebut meskipun sehari-hari sebagai wanita memiliki kesibukan di dalam karir pekerjaannya.
Belum lagi ketika kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga dalam artian anak hadir di tengah-tengah pasangan suami istri. Bisa jadi, anak akan menyita perhatian satu diantara pasangan. Namun sebaliknya, kebanyakan kehadiran anak sebetulnya malah mampu membuat hubungan sebuah rumah tangga makin kuat.
Sedangkan bagi para wanita yang tidak memiliki aktivitas karir, hendaknya memiliki kesibukan di luar rumah seperti mengikuti pengajian atau arisan. Atau, ia bisa mengisi waktu luang dengan membaca buku dan majalah.
Karena jika tidak, wanita yang kurang memiliki aktivitas atau hanya melakukan aktivitas yang itu-itu saja dapat memicu munculnya rasa jenuh. Apalagi kalau bukan karena tidak adanya kesibukan yang bisa membuat pikiran bisa mengarah ke pemikiran yang tidak-tidak. (ika)
Mengalah Bukan Berarti Kalah
Dalam rumah tangga, harus ada pihak yang lebih mengalah. Bila Yudi mengumpamakan, api dalam rumah tangga tidak akan hidup jika masing-masing pihak memiliki prinsip. “Intinya harus ada yang mengalah,” tegas Yudi.
Kejadian kekurangharmonisan antar pasangan dalam berumah tangga diakuinya saat ini banyak terjadi karena wanita yang bangga akan statusnya sebagai single parent. Atau, wanita yang merasa cukup mapan dengan karir yang telah dimilikinya.
Wanita yang begitu bangga dengan karirnya bisa membuat sebuah keluarga menjadi goyang. Meskipun ia bekerja, tetap saja, ia juga harus memiliki posisi mengalah di dalam rumah tangga.
“Namun jangan diartikan mengalah itu berarti kalah. Tapi, untuk menyelamatkan rumah tangga dan juga suami,” tegas Yudi yang juga menambahkan pentingnya landasan agama dalam rumah tangga.
Cara mengalah ini begitu diperlukan apabila suami dalam keadaan tinggi emosinya. Karena itulah, istri perlu memahami watak dari suami dengan baik. Karena itu jika sudah sama-sama mengetahui watak pasangan, hendaknya harus menerima watak masing-masing pasangan.
Yudi pun memisalkan hubungan yang dibinanya dengan sang istri. Meskipun ia kerap menjadi MC atau pembawa acara di berbagai acara, walaupun ia menyanyikan sebuah lagu mesra dengan partner MC-nya di kala itu, ia percaya, istrinya tidak akan apa-apa.
“Karena istri saya tahu kalau saya hanya akting. Di saat saya sedang emosi, ia pun mau mengalah. Padahal istri saya adalah anak tunggal. Kalau sudah punya istri seperti itu, mana mungkin saya bisa melirik wanita lain yang mungkin datang menggoda saya. Karena saya selalu ingat bagaimana istri saya memperhatikan saya,” jelasnya.
Dan istripun juga harus mengubah karakteristiknya dan menyesuaikan dengan apa yang menjadi karakteristik suami. “Kalau suami sukanya wanita yang feminin, ya istri tampillah dengan penampilan yang feminin,” Yudi mencontohkan. (ika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar